Desa Keliki dan Isu Transisi Energi G20


Delegasi negara-negara G20 mengunjungi Desa Keliki, Ubud, Gianyar, Bali, untuk menyaksikan panel surya yang membentang di antara hijaunya padi.

Beberapa tahun silam, petani di Desa Keliki, Ubud, Gianyar, Provinsi Bali, mengandalkan pengairan sawahnya pada air yang mengalir melewati terasiring sawah. Sehingga kalau musim kering akan kekeringan. Kalau banyak air, maka berpotensi meluap.

Tapi kondisi tak menentu itu kini berakhir, seiring datangnya tim startup lulusan program Gerakan Inisiatif Tenaga Surya (Gerilya) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Diketahui, mereka itu sukses membangun sistem pengairan sawah dengan memanfaatkan tenaga matahari.

Berkat sistem pompa tenaga surya, kini debit air di irigasi sawah konsisten. Bahkan, air yang melimpah pun mengalir ke pemukiman, untuk mencukupi kebutuhan warga.

GoGerilya atau tim startup lulusan program Gerilya Kementerian ESDM itu ternyata hanya membutuhkan waktu dua pekan untuk penyelesaian masalah irigasi. Mereka dibantu tim Society of Renewable Energy (SRE), mahasiswa Universitas Udayana, dan puluhan masyarakat Desa Keliki. Desa ini menjadi salah satu desa binaan yang masuk dalam program Desa Energi Berdikari Pertamina.

Sebelumnya, sudah banyak kegiatan dilakukan untuk solusi pengairan di desa itu, di antaranya sumur air tadah hujan. Namun kapasitas terpasang listrik yang rendah, jaringan listrik yang belum terjangkau di lokasi, dan belum tersedianya sumur, membuat tim GoGerilya memilih pompa tenaga surya sebagai solusi terpilih.

Meski telah lewat Subak, debit air yang semakin kecil, seiring menurunnya level elevasi pada sawah dan sistem antre saat musim kemarau, mengakibatkan kebutuhan sawah di Desa Keliki tidak bisa terpenuhi. Kondisi itu berlangsung sampai kemudian ketujuh subak di desa itu mendapat bantuan dari Pertamina.

Menyesuaikan Frekuensi

Bentuknya berupa sumur dengan pompa celup berkapasitas 1,5 HP bertenaga panel surya sebesar 2,5 kWp tanpa baterai. Cara kerja pompa itu menggunakan inverter yang dapat menyesuaikan frekuensi saat matahari bersinar.

Seluruh sistem dengan total 17,5 kWp ditempatkan berdekatan dengan pura di masing-masing subak tersebut. Sistem itu bekerja hanya saat matahari bersinar dengan rata-rata empat jam sehari dengan total air yang dihasilkan 12.000 liter per hari.

Air itu sebagian disimpan di tangki berkapasitas 1.100 liter dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan adat di pura setempat dan selebihnya dialirkan pada irigasi milik subak.

Selain untuk menggerakkan pompa, energi surya juga dibuat mampu untuk memutar mesin penghancur sampah. Sampah-sampah itu digiling dan diolah menjadi pupuk organik, lalu ditebar kembali ke sawah dan ladang petani.

Awal September 2022, saat mengunjungi Desa Keliki, delegasi negara-negara G20 itu menyaksikan panel surya yang membentang di antara hijau padi di desa itu. Kebetulan Desa Keliki, yang berada di Ubud, Bali, dipilih menjadi tujuan studi ekskursi Energy Transition Working Group (ETWG) G20.

Para delegasi yang berkesempatan hadir itu melihat langsung tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R), eco-village, dan agriculture berbasis energi baru terbarukan di salah satu Desa Energi Berdikari besutan PT Pertamina (Persero).

Di Keliki, tercatat ada delapan titik solar PV terpasang dengan total kapasitas terpasang sebesar 28 kWp. Bersama tim GoGerilya Kementerian ESDM, Society of Renewable Energy (SRE), dan mahasiswa Universitas Udayana, Solar PV yang terpasang di desa tersebut setara dengan pengurangan emisi karbon setara 36.750 kg CO2 per tahun.

Mengalirkan air ke sawah warga, pompa air bertenaga surya berkapasitas 2,5 kWp menjadi salah satu yang menarik perhatian. Tak hanya ramah lingkungan, ini juga menjadi solusi permasalahan kekurangan air irigasi.

I Ketut Sulastra, salah seorang petani Desa Keliki, mengungkapkan bahwa pompa itu memberi manfaat bagi petani dalam bercocok tanam, terutama mereka yang berada di hilir, untuk menghadapi kondisi musim kering karena surutnya pengaliran air untuk irigasi ke sawah.

“Permasalahan yang ada di Desa Keliki, pada saat musim kering yang mana airnya kecil dari hulu, kemudian itu tidak sampai ke bawah membuat bercocok tanam mengalami kendala hingga terlama bisa dua sampai tiga minggu. Sekarang lancar,” ujar I Ketut Sulastra, menjelaskan kepada delegasi, pada 3 September 2022.

Selain untuk memenuhi kebutuhan pengairan, air dari sumber tersebut juga dimanfaatkan untuk air minum warga.

“Di samping itu juga kebutuhan air ini untuk air minum. Biasanya diambil dengan membawa jerigen yang kecil,” tambahnya.

Sementara itu Kepala Desa (Perbekel) Keliki I Ketut Wita menambahkan bahwa semangat pemuda dalam memberikan bantuan membangun irigasi sawah yang terdiri dari tujuh subak ini juga menular ke warganya.

“Semua pihak membantu, bersemangat, dan bergotong royong dalam membangun Desa Energi Berdikari,” ujarnya.

I Ketut Wita berharap, Keliki bisa membuat bangga Indonesia dengan kunjungan para delegasi G20 dan semakin dikenal di seluruh dunia.

“Di samping menciptakan hal yang positif, kehadiran sumber EBT di Desa Keliki ini mendukung upaya kami dalam menyambung pariwisata yang sempat sepi akibat pandemi,” tuturnya.

Desa Keliki adalah satu dari 11 desa yang dikembangkan Pertamina dengan melibatkan langsung anak muda yang berkontribusi langsung untuk transisi energi di Indonesia. Pertamina memilih 11 lokasi pada desa binaan untuk dipasang panel surya sebagai pilar terpenting dalam peningkatan kegiatan ekonomi.

Uniknya, kegiatan tersebut dilakukan oleh anak muda dibawah 25 tahun yang sudah tersertifikasi melalui program Gerilya Kementerian ESDM. Desa Keliki pada pertengahan September lalu dikunjungi delegasi studi ekskursi Energy Transition Working Group (ETWG) G20.

Penulis: Eri Sutrisno

Komentar