Guratan Akulturisasi Budaya di Masjid Agung Sumenep


Masjid Agung Sumenep termasuk salah satu bangunan dari 10 masjid tertua di Nusantara dan mempunyai arsitektur yang khas.

Bila Anda pencinta wisata religi, terutama pada momentum Ramadan, sempatkanlah datang ke Masjid Agung Keraton Sumenep. Wisatawan dipastikan akan mendapatkan sensasi luar biasa ketika berkunjung ke masjid itu.

Kendati pintu masjid itu selalu terbuka lebar setiap saat, ada baiknya para penikmat wisata religi mencoba datang ke masjid itu bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pasalnya setiap usai memperingati Maulid Nabi, masyarakat setempat memiliki kebiasaan menggelar acara makan bersama di masjid.

Makanan yang disajikan dalam momentum itu pun merupakan makanan yang khas, yakni nasi kebuli dengan paduan rempah campuran Timur Tengah dan Sumenep. Makan bersama di Masjid Agung Keraton Sumenep itu disebut selametan.

Kini, tradisi selametan yang mengiringi peringatan Maulud Nabi itu sudah menjadi agenda tahunan rutin di masjid tersebut, termasuk tahun ini.

Arsitektur Khas

Masjid Agung Keraton Sumenep tak hanya memiliki tradisi unik yang telah dikenal sejak lama. Masjid yang dibangun di era pemerintahan Panembahan Somala, Penguasa Negeri Sungenep XXXI itu juga memiliki arsitektur yang khas.

Termasuk dalam 10 masjid tertua di Nusantara, masjid yang dikenal dengan nama Masjid Jami Panembahan Somala itu didirikan setelah pembangunan Kompleks Keraton Sumenep usai. Masjid itu diarsiteki seorang lelaki beretnis Tionghoa bernama Lauw Pia Ngo, yang juga membangun keraton.

Sejatinya, tak banyak literatur yang mengulas tentang sepak terjang Lauw Pia Ngo. Namun disain masjid dan keraton itu telah mampu menunjukkan ketinggian cita rasa seni sang arsitek.

Selain Tiongkok, arsitektur masjid yang juga dikenal dengan sebutan Masjid Jamik Sumenep itu banyak dipengaruhi unsur kebudayaan Eropa, Jawa, dan Madura. Kesan arsitektur Tiongkok tampak pada disain pintu gerbang pintu masuk utama masjid.

Pasalnya, sang arsitek, menempatkan pintu gerbang itu di tembok yang dibuat memanjang, sehingga mengesankan kekokohan dan keagungan, mirip dengan tembok China. Kesan arsitektur Tiongkok juga tampak di interior masjid. Dinding mimbar, mihrab, dan maksurah di masjid itu dilapisi keramik porselen dari Tiongkok.

Walau demikian, secara umum bangunan itu tetap didominasi oleh terpengaruh budaya Jawa. Misalnya, pada bagian atap. Sedangkan budaya Madura terlihat dari pilihan warna pada pintu utama dan jendela masjid.

Pemasangan pagar tembok yang mengelilingi masjid dimaksudkan agar para jemaah lebih berhati-hati dalam menjalankan ibadah salat dan mendengarkan khotbah. Sedangkan pintu masjid berbentuk gapura memiliki filosofi berupa harapan dari sang penguasa atau panembahan kepada rakyatnya, ketika menjalankan ibadah.

Di atas gapura, wisatawan akan menemukan ornamen berbentuk dua lubang tanpa penutup. Keduanya diibaratkan dua mata manusia yang sedang melihat. Lalu lebih atas lagi, juga terdapat ornamen segi lima memanjang ke atas yang diibaratkan sebagai manusia yang sedang duduk dengan rapi menghadap arah kiblat.

Masih banyak simbol-simbol yang penuh makna dari gapura Masjid Agung Sumenep ini, salah satunya adalah ornamen rantai. Hal ini dimaksudkan agar kaum muslim haruslah menjaga ikatan ukuwah islamiyah agar tidak bercerai-berai.

Nah, tunggu apa lagi, yuuk agendakan untuk berkunjung ke Masjid Agung Sumenep untuk berwisata religi di bulan Ramadan ini. Apalagi masjid unuk ini telah menjadi salah satu kebanggaan di Pulau Madura.

Penulis: Firman Hidranto

Komentar